SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL
Spanyol
diduduki umat Islam pada zaman Khalifal al-Walid (705 - 715 M), salah seorang khalifah
dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat
Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu
propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu
terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685 - 705 M). Khalifah Abdul Malik
mengangkat Hasan ibnu Nu'man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada
masa Khalifah al-Walid, Hasan inu Nu'man sudah digantikan oleh Musa ibn
Nuhsair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga
menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di
pegunungan-pegunungan, sehinggamereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan
membuat kekacauan-kekacauan seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai
menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53
tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan)
sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai
Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan
kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk
agar membuat kerusuhan-kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan
ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam memusatkan perhatiannya untuk
menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi
kaum muslimin dalam penaklukkan wilayah Spanyol.
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif
ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut
sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara
Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di
antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian. Dalam penyebaran itu Tharif tidak mendapat perlawanan
yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang
tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang
terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu,
serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn
Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di
bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak
dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya
lebih nyata. Pasukannya sendiri terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang
didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan
Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya
mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk
memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja
Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (ibu kota Kerajaan Goth
saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan
kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan
sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang.
Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000
orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh
Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi.
Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang
pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang
besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang
dilewatinya dapat ditaklukkan. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia,
Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasaan kerajaan Gothic,
Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya,
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian
utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz tahun 99
H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan
Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada al-Samah,
tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H.
Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdul al-Rahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini
ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan kota
Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel sehingga penyerangan ke Perancis gagal
dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat
penyerangan-penyerangan seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M,
dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta,
Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman
Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang
geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau ke seluruh
Spanyol dan melabar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting
dari Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai
oleh umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya
faktor eksternal dan internal yang menguntungkan
Penyebab Kemunduran Dan Kehancuran Umat Islam di Spanyol
Beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Umat Islam di Spanyol di
antaranya konflik Islam dengan Kristen, tidak adanya ideologi pemersatu kesulitan
ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan, dan keterpencilan.
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi
secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari
kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan
hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada
perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat
rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan
negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam
dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat,
sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain para muallaf
diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana
politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah
menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka
masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab
yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan
dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini
menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping
kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para
penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat
“serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan
ekonomi yang amat memberatkan dan menpengaruhi kondisi politik dan militer
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan
pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan
Isabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam
yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari
Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu
membendung kebangkitan Kristen di sana.
Perkembangan Islam di Spanyol
Perkembangan Islam di Spanyol yang berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Sejarah panjang yang dilalui Umat Islam di Spanyol ini dapat dibagi menjadi enam periode, dimana tiap periode mempunyai corak pemerintahan dan dinamika masyarakat tersendiri
Perkembangan Islam di Spanyol yang berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Sejarah panjang yang dilalui Umat Islam di Spanyol ini dapat dibagi menjadi enam periode, dimana tiap periode mempunyai corak pemerintahan dan dinamika masyarakat tersendiri
Perkembangan
Islam di Spanyol yang berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, Islam
memainkan peranan yang sangat besar. Sejarah panjang yang dilalui Umat Islam di
Spanyol ini dapat dibagi menjadi enam periode, dimana tiap periode mempunyai
corak pemerintahan dan dinamika masyarakat tersendiri.
Sejak
pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu
berlangsung lebih dari tujuh setengah abad sejarah panjang yang dilalui umat
Islam di Spanyol, itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu
1.
Periode Pertama (711-755 M).
Pada
periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas
politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih
terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara
lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan
etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah
di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan
etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab
sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Quraisy
(Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali
menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh.
Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan
dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal
di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan
Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar,
maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya
Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2.
Periode Kedua (755-912 M)
Pada
periode ini. Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir
(panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama
adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang
berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil
menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan
dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini
adalah Abdurrahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman al-Ausath,
Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada
periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abdurrahman al-Dakhil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal
berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam
bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman
Abdurrahman al-Aushath. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk
datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun
demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9
stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang
mencari kesyahidan. Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak
menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan
kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri
berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka
diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama rahib atau
lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau
menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan
politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri.
Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang
berlangsung selama 80 tahun. Disamping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab
masih sering terjadi.
3.
Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode
ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir
sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan
Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan
gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang
sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di
Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya,
keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada
dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat
untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu
Abdurrahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009
M).
Pada
periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan daulat Abbasiyah Baghdad. Abdurrahman al-Nashir mendirikan universitas
Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga
seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat
menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal
dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik
tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di
tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai
pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil
menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan
menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya,
ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan
oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan.
Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak
memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang
tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009
M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki
jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun
1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah.
Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang
berpusat di kota-kota tertentu.
4.
Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di
bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat
di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar
diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol
kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik
Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai
mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun
kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana
mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu
istana ke istana lain.
5.
Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada
periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun
(086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada
mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di
Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas "undangan"
penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan
mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia
dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan
pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf
melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan
tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada
tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di
Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun,
Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri,
sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil,
tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti
Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun
didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di
bawah pimpinan Abd al-Mun'im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim
penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk
jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan.
Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama setelah
itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen
memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang
dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol
dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam,
berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam
tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun
1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M.
Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.
6.
Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada
periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani
Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman
Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa
di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di
Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan
kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena
menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak
dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan
digantikan oleh Muhammad ibn Sa'ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu
saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen
melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut
kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan
serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia
menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika
Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.
Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi
meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam
di daerah ini.
Komentar
Posting Komentar